Hidup untuk kepentingan orang lain
Post ini saya tulis sebagai pembelajaran bagi
diri saya sendiri bahwa hidup tidak melulu soal memenuhi kebutuhan diri
sendiri. Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke rumah karib ayah, beliau adalah
pensiunan BPMigas. Dari dulu saya sering mendengar kalau gaji beliau itu besar,
besar disini pokoknya jauh dengan gaji orang kantoran biasa. Yah, wajar namanya
juga kerja di perusahaan minyak dan gas, sudah terkenal tinggi bayarannya.
Dengan gaji sebesar itu, saya yakin bukanlah hal sulit untuk beliau memenuhi kebutuhan
keluarga, beli kendaraan, dan punya hunian nyaman. Kenyataan nya sejak
dulu beliau selalu tinggal seadanya di rumah kecil dan tidak punya kendaraan.
Kemana lari nya semua penghasilan itu? Selidik
punya selidik beliau dan istrinya rajin membantu anak-anak yatim yang
terlantar, tidak punya biaya sekolah, atau anak yang dititipkan jauh-jauh oleh
orangtuanya yang tidak mampu. Semakin lama, semakin bertambah banyak saja anak
asuhnya, alih-alih membangun rumah yang nyaman, beliau dan istrinya menggunakan
uang jerih payahnya untuk membeli tanah-tanah yang nantinya akan digunakan
untuk tempat tinggal dan kepentingan anak yatim itu, bayangkan harus selapang
apa hati saya jika bisa hidup seperti itu sementara diri sendiri tidak bisa
makan enak dan rumah nyaman.
Sejak kecil saya sering main ke rumah beliau,
tidak pernah saya dapati ada televisi di rumah itu, tapi saya menemukan beragam
buku bacaan mulai dari yang murah hingga yang mahal tersusun rapi di
perpustakaan keluarga. Waktu kecil saya senang sekali kalau ada di perpustakaan
dan sering meminjam banyak buku. Menurut istri beliau jika ada televisi di
rumah anak-anaknya sering rebutan nonton dan berantem, selain itu acaranya pun
banyak yang kurang mendidik, jadi di cabutlah tv itu dari sana selama-lamanya.
Terbukti buku telah mendidik anak-anak beliau menjadi orang yang berwawasan,
anak pertama dokter, anak kedua kuliah di Prancis, anak ketiga sekolah di
gontor + akselerasi pula! (padahal adikku yang sama-sama sekolah disitu
beratnya setengah mati), anak terakhir smk pertanian. Semoga Tuhan mencurahkan
berkahnya kepada keluarga beliau atas segala perbuatan baik yang dilakukan
selama ini.
Kemarin ketika setelah sekian lama saya
mengunjungi kembali rumah beliau, rasanya semakin kecil saja luasnya. Hanya
rumah panggung dari bilik sederhana sebesar satu kamar dengan toilet yang
bersih di dalamnya, kecil tapi nyaman. Waktu itu beliau sedang sibuk di tanah
bawah, jadi saya mengobrol dengan salah satu pengurus anak-anak yatim disana.
Wanita paruh baya itu mengatakan kalau saat ini sedang kesulitan uang, jadi
hidup prihatin, makan sederhana saja. Tak lama saya bertemu beliau yang datang
mengurus tanah di bawah, orang itu tidak berubah sejak dulu selalu ceria dan
penuh semangat, tidak ada tampak sedikitpun keluh kesah atau menampilkan kesusahan
yang tadi di ceritakan wanita sebelumnya kepada saya. Bahkan beliau mentraktir
kami sekeluarga makan enak, memberi buku gratis, dan berbagi banyak cerita
tentang hidup orang-orang. Dalam hati kecil, saya berjanji jika project pribadi
saya tembus dan berhasil, sebagian uangnya akan saya berikan untuk beliau dan
anak-anak yatim yang di urusnya setiap bulan. Mungkin bukan jumlah yang besar,
tapi setidaknya saya bisa ikut membantu beliau berbuat baik. Orang baik di
zaman ini sudah langka, jadi orang seperti beliau harus di dukung. Kini beliau
sudah pensiun dari BPMigas, dan aktif mengurus yayasan, serta sudah berhasil
menerbitkan 6 buah buku, yang paling laris adalah buku berjudul malaikat cinta.
Beliau bernama Djonih Rahmat.
Semoga Tuhan selalu memberkati pakde dan keluarga
dimanapun berada.
Salam,
Maret 2018.
- - Mustika.H
Comments
Post a Comment